1000 Warna, 1000 Cerita: Itu karena Mira sayang

Thursday, February 2, 2012

Itu karena Mira sayang

Itu karena Mira sayang

Mira
“Minggir! Jangan halangi aku! Biar mati saja dia! Dasar kakak tidak tahu malu!” Aku berteriak sambil berusaha melemparkan asbak di meja di muka kakak perempuanku. Mbak Melan, sahabat kakakku berusaha melindunginya dari serangan kalap yang aku lakukan.
“Jangan, Mir!” jerit Mbak Melan sambil sesekali mendorong tubuhku ke belakang. Tapi terlambat, ujung asbak kristal itu sudah sedikit mendarat di sudut bibir kiri kakakku, Mary. Terdengar pekikan kecil dari bibirnya kala darah segar mengalir dari celah-celah bibirnya.
Belum puas juga melampiaskan kemarahanku, aku meraih semua barang-barang yang ada diatas meja tamu dan mengayun-ayunkannya tanpa arah. Beberapa mengenai tubuhnya yang mungil itu dan memar mulai terlihat di kulitnya. Kulihat air mata jatuh berlinang di kedua pipi kakakku satu-satunya. Namun tanpa kusadari pula justru air mata lebih banyak berjatuhan dari mataku.
Mbak Melan terpekik dan mendorongku ke belakang. Dibuangnya benda yang sedari tadi kupegang untuk melukai kakakku. “hentikan dik, bagaimanapun juga dia itu kakakmu”
“dia bukan kakakku lagi. Tidak sudi aku punya kakak seperti dia!” sergahku dengan mata yang berapi-api.
Mbak Melan menyuruh kakakku ke kamar dan segera mengunci kamar untuk menghindari keberingasanku namun dia tetap bergeming. Emosi yang sedang meluap-luap membuat kepalaku sakit dan sekali lagi ingin menyerang kakakku. Sadar akan bahaya yang mendatanginya, kakakku segera berlari ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat.


.............................................................
Mary
Badanku mulai bergetar. Aku sama sekali tidak percaya apa yang didengarnya tadi. Kata-kata jahat yang keluar langsung dari bibir adik kecilnya. Apa yang harus dia lakukan? Adiknya sendiri sudah tidak mau mengakuinya sebagai seorang kakak. Padahal selama ini dia yang selalu menjaganya sejak kecelakaan yang merenggut nyawa orang tua yang dicintainya.
Setelah bersusah payah mengunci kamarnya dengan jari-jari yang bergetar, aku termangu di atas tempat tidurku. Aku merasakan nyeri yang amat sangat, bukan cuma di sekitar luka di bibirku, akan tetapi aku merasakan nyeri yang lebih parah jauh didalam relung hatiku. Air mata mulai membanjir lagi dari kedua pelupuk mataku. Belum lagi gemuruh di dadaku mereda, suara gedoran di pintu kamarku membuatku terlonjak dan merasakan kesedihan. Terdengar teriakan dan makian dari luar, tapi aku merasa sangat lelah untuk mendengarnya.
Kubaringkan kepalaku di bantal dan aku pun merasakan kebencian yang amat dalam. Kebencianku pada diriku sendiri. Kujambaki rambutku dengan perasaan berkecamuk antara marah, benci, sedih, sakit dan lainnya seolah dengan menjambak rambutku sampai rontok dapat menghilangkan perasaan ini. Perasaan bersalahku......
Namun semuanya sia-sia... semuanya sudah terlambat..aku bukanlah Mary yang dulu lagi. aku menatap nanar pada sebuah lukisan anak yang sedang berdoa. Saat itu aku merasa sangat jauh dariNya. Aku menyadari akhir-akhir ini aku telah melupakanNya. Aku pun beranjak dari tempat tidurku dan duduk bersimpuh di lantai kamarku disisi tempat tidur. Kutengadahkan kesepuluh jari tanganku ke atas dan bergumam.
“ya Allah..” sapaku pelan. “Kau begitu menyayangi anak-anak.. sayang jugakah Engkau padaku? Aku bukan anak-anak lagi, Ya Allah.. aku tidak lagi semurni anak-anak.....”
Sampai disini, aku sudah tak sanggup lagi melanjutkan doaku. Aku merasa sangat kotor! Akupun menangis tersedu-sedu disamping tempat tidurku. Karena lelah yang sangat dan sakit ditubuhku mulai terasa akupun membaringkan kepalaku di bantal dan memejamkan mata. Lelah membawaku ke alam mimpi yang lebih damai dibandingkan duniaku saat ini.
..............................................................
Aku teringat pertama kali aku bertemu dengan Dody.dia orang yang sangat perhatian dan selalu baik padaku. Kemana-mana dia selalu mengantarku meskipun aku tidak memintanya.tidak heran aku merasakan hal yang wajar dirasakan anak muda jaman sekarang. Akujatuh cinta pada Dody. Sampai siang kemarin tingkahnya mulai menganeh dan puncaknya pada saat dek Mira pergi berbelanja dan Bi Suminah pulang kampung untuk menjenguk anaknya yang sakit. Yah.. Dody menarikku ke pelukannya dan mulai menyetuh bagian tubuhku. Tak kuasa aku menahan tangis dan akhirnya aku menjerit sekeras-kerasnya. Takut semuanya terlambat.. beruntung dek Mira pulang dan segera menolongku dan mengusir Dody dari rumah. Seumur hidupku, belum pernah aku lihat Mira begitu marah dan memakiku dengan kata-kata kasar. Sungguh aku sangat berharap bisa berbaikan lagi dengan Mira dan meminta maaf padanya.
.........................................................................

Aku membuka mata. Rasanya sekujur tubuhku terasa sakit semua. Kamarku tampak remang-remang karena satu-satunya penerangan hanya berasal dari lampu di taman belakang. Lama juga aku tertidur pikirku. Aku menghabiskan siang hingga malam di atas tempat tidur. Sayup-sayup kudengar suara penjual sate menjajakan dagangannya. Tiba-tiba perutku terasa sangat lapar. Maklum aku belum makan dari tadi siang karena kejadian tadi. Tapi aku enggan turun. Aku takut bertemu adikku. Sebaliknya, tidak Makan juga tidak mungkin karena perutku sudah memberontak dan menuntut haknya. Akhirnya kuputuskan untuk makan. Jam di ruang makan berdentang sebanyak delapan kali. Jam segini biasanya adikku sedang bermain laptop di kamarnya atau menonton drama korea yang menjadi hobinya. Dengan mengendap-endap kuturuni anak tangga satu persatu menuju ruang makan.
.........................................................................
Mira
Aku gelisah. Merasa bersalah karena telah melakukan hal seperti itu pada kakakku. Tapi aku merasa sangat kecewa dengan tingkahnya. Tanpa orang tua seharusnya bukan menjadi alasan untuk melakukan pergaulan bebas. Aku tahu bahwa hal ini sepenuhnya salah kak Mary tetapi salah dia juga tidak mau berhati-hati dalam memilih teman. Ku pause game yang sedang kumainkan di laptopku dan keluar dari kamarku. Aku hendak melihat keadaan kakakku karena sampai sekarangdia belum keluar dari kamarnya dan dia sama sekali belum makan dari tadi siang. Kututup pintu kamarku perlahan dan berjalan sepelan mungkin. Sayup-sayup kudengar suara penjual sate menjajakan dagangannya. Aku pun memanggilnya didepan rumah dan memesan dua porsi sate plus dengan lontong dan bumbu kacang yang banyak. Setelah menunggu pesananku jadi selama beberapa menit, aku masuk ke ruang makan. Saat itu aku berpapasan dengan kak Mary.
.........................................................................
Mary
Heran, sepi sekali rumah ini, batinku. Perhatianku pun teralih ke meja makan. Tapi harapanku pupus saat aku mendapati meja makan kosong melompong tanpa ada sepirig pun makanan diatasnya. Tapi saat aku ingin berbalik ke kamar, aku mendengar bunyi langkah kaki yang menuju kearahku. Aku pun secara refleks menoleh. Darahku tersirap dari seluruh tubuhku kala mataku bertemu dengan mata dek Mira. Kami sama-sama tertegun, kemudian Mira berbalik.
“Dek..” aku terkejut mendengar suara melengkingku sendiri. Mira menahan langkahnya, tetap dia tetap membelakangiku. Aku tidak pernah secanggung ini saat bericara dengan adikku. Jarak tempat dia berdiri dengan tempatku sekarang mungkin hanya berjarak 1 meter tetapi aku merasa ada jurang besar diantara kami. Rasanya sangat jauh...
“kenapa?” jawabnya datar.
Aku menelan ludah dan kembali berbica. “ maafkan kakak, dek. Kakak memang salah.
Tetapi Mira tetap bergeming.
Aku tidak sanggup lagi menahan air mataku. Air mata sudah berderai dari ujung konjungtiva dan mengalir di pipiku. Dengan sesengukan kucoba jelaskan segalanya pada adikku.
“kakak tahu kamu kecewa. Kamu boleh pukul kakak semau kamu. Sepuas kamu. Tapi satu yang kakak mohon. Kamu jangan musuhi kakak, Mir. Cuma kamu yang kakak punya sekarang dan kakak tidak sanggup kamu musuhi seperti ini. Kakak sayang sama kamu, Mira” ujarku terbata-bata.
Aku mulai lelah dan memutuskan untuk berbalik munuju tangga. Tapi saat itu aku melihat Mira berbalik dan kulihat sepasang matanya yang berkaca-kaca.
“ kakak, maafin Mira. Mira melakukan itu semua karena Mira sayang sama kakak. Mira tidak mau hal buruk terjadi sama kakak. Kakak pernah mengajarkan Mira kalau siapa yang tidak melarang saudaranya melakukan hal buruk berarti tidak menyayangi saudaranya tapi barang siapa yang mencintai saudaranya akan menghajarnya pada waktunya. Itulah yang Mira lakukan kak. Kakak jangan lakukan hal seperti itu lagi yah.” Mira memohon padaku. Dengan cepat aku menganggukkan kepala. Aku berjanji tidak akan mengecewakan orang-orang yang kusayangi.
Malam itu, aku habiskan waktu dengan makan sate bersama adikku dan tidur bersamanya sambil bercerita banyak. Kejadian itu menjadi sebuah pelajaranku kedepannya untuk tidak menyakiti hati orang-orang yang aku cintai,
FIN

No comments:

Post a Comment

Twitter

Facebook Badge